Sumber Ilmu Pengetahuan
Masalah utama dari ilmu pengetaahuan ini adalah masalah yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris, ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuj menjadi kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hl-hal yamh bersifat kontradiktif. Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan mengenai berbagai fakta, belum menjamin terwujudnya suatu system pengetahuan yang sistematis.[1]
Masalah yang kedua adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menentukan pengetahuan dan pancaindera sebagai alat yang menangkapnya. Petanyaanya adalah apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman? Apakah hal ini merupakan stimulus panca indera? Ataukah persepsi? Atau sensasi? Sekiranya kita mendasarkan diri kepada pancaindera sebagai alat dalam menangkap gejala fisik yang nyata maka seberapa jauh kita dapat mengandalkan panca indera tersebut?
Ternyata kaum empiris tidak bias memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengakaman itu sendiri. Sedangkan mengenai kekurangan pancaindera manusia itu bukan merupakan sesuatu yang baru bagi kita. Pancaindera manusia sangat terbatas kemampuannay dan terlebih penting bagi pancraindera manusia bias melakukan kesalahan. Contoh yang bias dilihat dalam kehiduoan sehari-hari sebagaimana tongkat lurus yang terendam sebagian dalam air akan kelihatan menjadi bengkok. Haruslah kita mempercayai semacam ini sebagai dasar untuk menyusu pengetahuan?
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuanh yang lain. Yang terpenting untuk kita adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapat secara rasional maupun secara empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebuah rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaram tertentu. Seorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas masalahnya itu. Tanpa melalui proses berpikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipijkirkannaya muncul dibenaknya bagikan kebenaran yang membukan pintu. Atau bias juga, intuisi bekerja dalm keadaan yang sepenuhnya tidak sadar, artinya jawaban atas semua permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutinya.
Intuisi bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Sebagai dasar untuk untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bias diandalkan. Pengeathuan intuitif dapat digunakan sebagai hopotetis bagti analisi selanjutnyadalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bias bekerja saling membantu dan menentukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman puncak (peak expreince)[2] sedangkan bagi Nietzsche merupakan inteligensi yang paling tinggi[3]
[1] Harold A. Larrabee, Raliable Knowladge (Boston:Houghton Miflin, 1964).
[2] Dikutip dalam Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt, Invitation to philosophy (Belmont, Cal.: Wadsworth, 1968), hal.72.
[3] Dikutip dalm George F. kneller, Introduction to the Philosophy of Education (New York: Jhon Wiley, 1969), hal.10.
0 komentar