Berbicara tentang hakikat pengetahuan, marilah kita tinjau pendapat Langeveld tentang definisi pengetahuan. Akan tetapi, apa yang diutarakanya tidak lain adalah ciri dari pengetahuan, bukan hakikatnya sebab hakikat sesuatu terlepas dari subyek yang mengamati (ding an sich).
Perlu ditegaskan bahwa pengetahuan tidak sama dengan pengertian. Istilah daya serap yang lazim digunakan dalam lapangan pendidikan (pengajaran), tudak lain adalah pengertian. Kata daya serap adalah kesanggupan menangkap sesuatu yang bukan keseluruhan, melainkan yang hanya merupakan sebagian. Sebagian inilah menjadi cirri-ciri sesuatu.
Jadi, kalau antara pengetahuan da pengertian dibandingkan, maka daoat dinyatakan bahwa pengetahuan adalah pengamatan terhadap keseluruhan benda atau peristiwa. Dengan demikian pada pengertian terdapat unsur penyusutan terhadap sesuatu.
Pengertian bersifat subjektif, artinya ciri yang tertangkap oleh sebagian orang akan berlainan karena daya tangkap orang yang tidak sama. Contoh yang jelas adalah perbedaan daya tangkap siswa yang tertulis dalam bentuk angka pada rapor atau ijazah. I.R. Poedjawijatna menyatakan bahwa tahu mungkin lebih bersifat statis. Manusia mungkin tahu, tetapi tidak mengerti; tetapi sebaliknya kalau ia mengerti, tentulah tahu. Pada berbagai peristiwa, orang mengalami hal serupa ini.tradisi atau hafalan lebih menunutut untuk diketahui daripada dimengerti.
Mengerti lebih bersifat dinamis. Disitu tampak jelas bahwa manusia dengan daya tahunya hendak menelusuri objeknya, lebih erat. Oleh karena itulah, orang yang mengerti, sedikit sekali kemungkinanya untuk lupa (tidak ingat). Pengertian mengatasi batasmateri; ia melewati dan menembus ruang dan waktu. Dalam ilmu hokum islam, mengikuti ajaran madzhab dengan pengertian ini disebut ittiba’.
Apakah sebenarnya yang dinamakan pengetahuan itu?. Terhadap pertanyaan tentang hakikat ilmu pengetahuan in dua aliran, yaitu realisme dan idealisme, menjawab saling bertentangan. Menurut realisme (serba nyata), pengetahuan adalah salinan objektif (menurut kenyataan) dari apa yang ada pada alam sesungguhnya (fakta atau hakikat). Sedangkan menurut idealisme (serba cita), pengetahuan adalah gambaran subjektif (menurut tanggapan) tentang apa yang ada pada alam yang sesungguhynya.[1]
Jadi, menurut realisme, penetahuan itu adalah potret yang persis sama dengan keadaan sebenarnya. Berbeda halnya dengan pendapat tersebut, idealisme berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah rekaan akal yang jelas mustahil sama dengan yang sebenarnya. Apabila ditelaah lebih jauh, pendapat realisme ada benarnya jika diperhatikan dari arti definitive tahu sebagai mencamkan objek, jadi menangkap sasaran sebagaimana adanya. Akan tetapi, idealisme pun tidak salah kalau oranh memahami arti tahu sebagai kegiatan akal, jadi cenderung bergeser dari semestinya.
Pada dasarnya cara kerja ilmu pengetahuan adalah kerja mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar ini oleh Fred N. Kerlinger (Foundation of Behavior Research, 1973: 378) dirumuskan dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab-akibat itu memiliki hubungan rasional.
Ilmu atau sain berisi teori. Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab-akibat. Sain tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberikan nilai benar atau salah. Kenyataan inilah yang menyebabkan orang menyangka bahwa sai itu netral. Dalam konteks seperti itu memeng ya, tetapi dalam konteks lain belum tentu ya.
0 komentar