Selasa, 16 Juni 2009

PERKEMBANGAN AKAL DAN BUDI MANUSIA


-->
PERKEMBANGAN AKAL DAN BUDI MANUSIA
DAN ZAMAN POSITIF:
FILSAFAT AUGUSTE COMTE
Positivisme mengacu pada dua hal, yaitu: pada teori pengetahuan (epistimologi) dan pada teori perkembangan sejarah (akal budi) manusia. Sebagai teori perkembangan sejarah manusia, positivisme identik dengan tesis Comte mengenai tahap-tahap akal budi manusia. Sedangkan sebagai teori pengetahuan, positivisme mengakui dan membatasi pengetahuan yang benar kapada fakta-fakta positif dan didekati dengan metode ilmu pengetahuan, yaitu eksperimen, observasi, dan komparasi. Fakta positif adalah fakta yang sungguh-sunggguh nyata, pasti, berguna, jelas, dan langsung dapat diamati dan dibenarkan oleh setiap orang.
1. Tahap-Tahap Perkembangan Akal Budi Manusia
a. Tahap Teologis
Merupakan tahap paling awal dari perkembangan akal manusia. Pada tahap ini manusia berusaha menerangkan fakta yang kaitannya dengan teka-teki alam yang dianggap misteri. Tahap ini bisa ditemui, misalnya pada manusia-manusia purba. Pada tahap teologis ini terdapat beberapa bentuk dan cara berpikir. Bentuk pertama, yaitu fetiyisme dan animisme. Manusia purba tidak mengenal konsep-konsep abstak dan benda yang tak dimengerti, tetapi sebagai sesuatu yang individual dan singular.
Kemudian terdapat cara berpikir lagi yang lebih maju, yang dapat menyatukan dan mengelompokkan semua benda dan kejadian kedalam konsep yang lebih umum disebut politeisme. Cara berpikir yang lebih maju lagi adalah monoteisme, dimana berpikir ini tidak lagi mengakui adanya roh dari benda dan kejadian , tetapi mengakui hanya satu roh saja, yakni Tuhan.
Cara berpikir ini membawa pengaruh pada kehidupan sosial, budaya dan pemerintahan. Monoteisme memungkinkan berkembangnya dogma-dogma agama.
b. Tahap Metafisis
Merupakan tahap dimana manusia mulai mengadakan perombakan atas cara berpikir lama. Manusia pada tahap ini berusaha keras mencari hakekat atau esensi dari segala sesuatu. Untuk itu, dogma ditinggalkan dan akal budi manusia mulai dikembangkan.
Akan tetapi pada tahap ini, prinsipnya hanya merupakan hanya suatu bentuk modifikasi artifisial saja dari tahap teologis. Tahap ini pada kenyataannya, merupakan modifikasi sederhana yang bersifat umum dari tahap pertama. Perbedaan dari kedua cara berpikir tersebut terletak pada cara menerangkan kenyataan: alam yang semula diasalkan dari dewa-dewa atau Tuhan kini lebih abstrak lagi yaitu dari kodrat, kehendak Tuhan. Konsep itu merupakan pengandaian-pengandaian a priori, tanpa penelitian yang sungguh-sungguh dan ilmiah.
c. Tahap Positif
Merupakan tahap cara berpikir final. Pada tahap ini, gejala dan kejadian alam tidak lagi dijelaskan secara a prior tetapi berdasarkan observasi, eksperimen dan komparasi yang ketat dan teliti. Akal mulai mencoba mengobservasi secara empiris dan hati-hati untuk menemukan hukum-hukum yang mengatur sebab musabab timbulnya gejala dan kejadian itu.
Comte menguraikan fungsi lain dari ilmu pegetahuan positif. Comte menegaskan secara berulang-ulang bahwa ilmu pengetahuan positif pun mampu membebaskan manusia dari perasaan terkungkung oleh kekuatan magis akibat pandangan teologis, dan menjauhkan diri dari kecenderungan purba untuk berperang akibat militerisme dan feodalisme sisa pemikiran tahap metafisis. Tidak ada faedahnya mempertahankan atau memelihara jenis-jenis pengetahuan yang tidak benar dan tidak berguna.
2. Ilmu Pengetahuan Positif
Comte menunjuk pada rasionalisme Descartes dan pada ilmu pengetahuan alam oleh Galileo Galilei, Isaac Newton, dan Francis Bacon. Inilah model dari ilmu pengetahuan positif. Asumsi-asumsi yang dapat membangun ilmu pengetahuan positif ini sebagai berikut.
Asumsi pertama, ilmu pengetahuan bersifat objektif (bebas nilai dan netral). Asumsi kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang berulang kali terjadi. Asumsi ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti setiap fenomena atau kejadian alam dari saling ketergantungan dan antarhubungannya dengan fenomena atau kejadian lain.
Ketiga asumsi tersebut pada prinsipnya dilandasi oleh keyakinan ontologis Comte yang bersifat naturalistik dan deterministik, yakni bahwa setiap gejala dan kejadian, tanpa kecuali tunduk pada hukum alam.
Comte pun mempunyai keyakinan epistimologi dan/ atau metodologis yang sangat kuat.
3. Pengaruh Positivisme Auguste Comte
Menurut pengamatan ahli Filsafat barat ini, kontribusi filsafat Positivisme Comte terhadap kebudayaan barat, paling tidak, tampak dari:
a. Semakin tebalnya optimisme masyarakat barat yang ada sejak zaman Aufklarung mengenai hari depan umat manusia yang makin baik atau maju.
b. Semangat eksploratif dan ilmiah para ilmuwan sedemikian rupa.
c. Konsepsi yang semakin meluas tentang kemajuan dan modernisasi yang menitikberatkan pada bidang ekonomi.
d. Menguatnya golongan teknokrat dan industriawan dalam pemerintahan.
4. Permasalahan Praktis Seputar Positivisme
a. Bangunan fisik material merupakan tolok ukur dari keberhasilan atau kemajuan pembangunan.
b. Masalah etika menjadi marginal.
c. Jalan pintas dan perilaku amoral dipermaklumkan oleh masyarakat.
d. Harga diri seseorang dan bangsa ditentukan oleh seberapa besar akses dan kontribusi ekonomi dan industri yang dimiliki.
e. Nilai estetik dari karya seni dinilai secara ekonomisnya.
f. Pelanggaran hak asasi manusia di negara-negara berkembang.
Load disqus comments

0 komentar